You need to enable javaScript to run this app.

BAHASA ANDIO DAN FENOMENA KEPUNAHAN BAHASA

  • Senin, 26 September 2022
  • Administrator
  • 1 komentar
BAHASA ANDIO DAN FENOMENA KEPUNAHAN BAHASA

Oleh: Jupriono Manangkari, S.Pd 

(Penulis berbahasa Ibu Bahasa Andio, berdomisili di Tangeban Kec. Masama, kesehariannya sebagai ASN dilingkungan Disdikbud Kab. Banggai – Penilik PNFI Kec. Lamala)

 

Bahasa Andio, adalah bahasa yang digunakan oleh orang – orang etnis Andio, suku minoritas yang berdomisili di dua desa di wilayah kecamatan Masama, yaitu desa Tangeban dan Taugi. Keberadaan etnis dan bahasa Andio selama ini memang termarginalkan dan nyaris tidak dikenali keberadaannya oleh masayarakat kabupaten Banggai secara luas. Karena selama ini kabupaten Banggai dikenal dengan tiga suku asli mayoritas yaitu, Banggai, Balantak dan Saluan (BABASAL).

Padahal secara historis, etnis dan bahasa Andio serta wilayah Masama adalah wilayah yang diakui oleh otoritas pemerintahan sejak zaman dahulu, baik itu Kerajaan Banggai dan Pemerintah Kolonial Belanda. Wilayah Masama memiliki Bosaano tersendiri di zaman kerajaan Banggai dan distrik Masama juga diakui keberadaannya oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Hal ini juga bisa kita telusuri lewat buku – buku peneliti di zaman Belanda seperti Balantaksche studiën (1932) oleh Albert C. Kruyt (diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Ewald den Blaweend dan David Mead). Juga Dr. J.J. Dormeier dalam bukunya BANGGAISCH ADATRECHT memuat peta yang mencantumkan wilayah Masama saat ini sebagai “Basama”.

Tapi kemudian karena dukungan Bosaano Masama di tahun 1915 terhadap perlawanan Laginda kepada pemerintah Kolonial, Distrik Masama kemudian terhapus dari peta Onder Afdeeling Banggai dan berlanjut di zaman kemerdekaan Republik Indonesia. Barulah pasca reformasi yang membawa semangat otonomi daerah lebih 80 tahun setelah peleburan Distrik Masama ke dalam Distrik Lamala, nama Masama muncul kembali di peta wilayah kabupaten Banggai sebagai kecamatan tersendiri.

Fakta – fakta historis di atas adalah salah satu alasan mengapa Masama, etnis Andio dan Bahasa Andio tidak dikenal oleh masyarakat Kabupaten Banggai secara luas saat ini. Bahkan bisa dikatakan Bahasa Andio saat ini terancam punah. Michel Krauss dalam bukunya “The World’s Languages in Crisis” mengelompokkan bahasa-bahasa di dunia ke dalam tiga tipologi:

(1) bahasa-bahasa yang punah (moribund languages), adalah Bahasa yang hanya digunakan oleh beberapa orang tua dan sebagian besar penutur tidak lagi cakap menggunakannya.

(2) bahasa-bahasa yang terancam punah (endangered languages), Bahasa yang hanya digunakan oleh selapis generasi tua dan telah ditinggalkan oleh anak-anak dan remaja.

(3) bahasa-bahasa yang masih aman (safe languages). Bahasa yang masih setia digunakan oleh penuturnya dalam semua lapisan usia dan digunakan dalam berbagai ranah pertuturan.

Dari tiga tipologi yang dikemukakan oleh Michael Kraus di atas, Bahasa Andio masuk pada tipologi kedua yaitu bahasa yang teracam punah (endangered language). Karena saat ini bahasa Andio hanya dikuasai dengan fasih oleh generasi berusia 65 tahun ke atas yang jumlahnya makin sedikit. Genarasi berusia 40-an masih dapat berbahasa Andio tapi dengan kemampuan yang lebih buruk dari generasi di atasnya. Anak – anak dan remaja sudah tidak berbahasa Andio lagi.

Pertanyaan banyak orang tentang faktor – faktor penyebab kepunahan bahasa telah menjadi kajian serius diantara ahli linguistik. Untuk bahasa Andio secara spesifik dapat dikemukakan faktor – faktor berikut:

  1. Penutur bahasa Andio relatif kecil dan merupakan etnis minoritas. Dalam pergaulan kesehariannya bersentuhan dengan etnis mayoritas dengan tradisi yang lebih kuat, baik itu etnis asli di kabupaten Banggai seperti Balantak, saluan dan Banggai maupun etnis pendatang seperti Jawa, Bugis, Bali, Gorontalo, dll.
  2. Etnis Andio adalah Etnis yang bilingual dan multilingual. Secara alami sejak dahulu orang - orang Andio dikatakan multilingual, karena kemampuannya berbahasa selain Bahasa Andio. Selain mampu berbahasa Andio, mereka juga dapat berbahasa Balantak, Saluan serta Bahasa Indonesia dan kreolnya. Fenomena ini yang kadang membuat peneliti – peneliti salah menyimpulkan bahwa banyak sekali persamaan antara Bahasa Andio dan Bahasa Balantak contohnya, karena pada saat pengambilan data, informan mungkin lupa bahasa Andio asli dikarenakan juga menguasai Bahasa Balantak dengan Baik.
  3. Perkawinan antaretnik (intermarriage). Interaksi sosial antaretnik, khususnya perkawinan antaretnik yang terjadi turut pula mendorong proses kepunahan bahasa Andio. Akibat perkawinan tersebut pasangan suami-isteri beda etnik yang membentuk sebuah keluarga seringkali mengalami kesulitan untuk mempertahankan bahasa Andio dan memilih bahasa Indonesia dalam percakapan sehari-hari. Untuk masyarakat etnik Andio memang sejak dahulu perkawinan antar etnis khususnya dengan etnis Balantak sudah sering terjadi. Apalagi secara geografis kedua etnis ini saling berdekatan. Sebagai contoh, penelusuran terhadap leluhur penulis sendiri terhadap enam generasi sebelumnya yang hidup sekitar akhir 1700 – awal 1800 sudah ada pernikahan antar etnis. Dan hal itu terulang pada generasi sesudahnya. Dengan banyaknya perkawinan antar etnis yang terjadi dan sudah berjalan dalam kurun waktu yang panjang (sudah berabad abad), bukan hal yang mengherankan apabila eratnya hubungan kekerabatan tersebut mempengaruhi banyaknya persamaan bahasa antara kedua etnis ini. Tentunya Andio sebagai etnis minoritas yang banyak meminjam kosakata dari bahasa Balantak.
  4. Faktor kebijakan Pemerintah selama 32 tahun orde baru yang cenderung sentralistik dan senang pada penyeragaman. Juga dapat ditambahkan faktor semakin baiknya sektor pendidikan di Indonesia secara Nasional dan secara khusus di Kabupaten Banggai. Dimana anak – anak yang bersekolah terpapar secara langusung dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar resmi. Hal ini mengakibatkan pergeseran penggunaan bahasa Andio dari ranah Tinggi (ranah agama, pendidikan, pekerjaan) ke bahasa yang berada pada ranah Rendah (ranah keluarga dan persahabatan). Sehingga pada saat ini sangat sulit bagi para penuturnya untuk menggunakan bahasa Andio pada situasi resmi dan membahas topik serius.
  5. Era globalisasi sekarang ini yang terjadi dalam berbagai dimensi kehidupan manusia seperti ekonomi, sosial, politik, dan budaya telah mendorong penutur sebuah bahasa untuk secara berhasil dapat berkomunikasi dan berinteraksi dengan penutur bahasa lain yang berasal dari negara lain terutama negara yang berbahasa Inggris. Era ini ditandai pula dengan pesatnya kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang sangat berdampak pada orientasi pemakaian bahasa seorang penutur.

Menyadari bahwa Bahasa Andio benar – benar berada pada situasi darurat kepunahan saat ini, tentunya merupakan tanggungjawab bersama para penuturnya untuk dapat melestarikan dan mempertahankan Bahasa Andio sebagai identitas dan kekayaan budaya. Tentunya dengan memaksimalkan dukungan dari pemerintah baik di tingkat pusat dan daerah yang sudah ada selama ini.

 

Bagikan artikel ini:

1 Komentar

"Sangat disayangkan jika bahasa andio sampai punah Insya Allah generasi penerusnya mampu mengangkat kembali sebagai warisan intelektual leluhur"
26 Sep 2022 18:13 Andi Dermawan

Beri Komentar